Sosok Ahmad Syafii Maarif Jadi Inspirasi Anak-Anak Muda

Jakarta, REDAKSIDAKWAH.com – Guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Amin Abdullah pun mengatakan, sosok Ahmad Syafii Maarif kini harus menjadi inspirasi bagi anak-anak muda. Yang sebabnya, menurut Prof Amin, tantangan yang telah dihadapinya saat ini jauh lebih kompleks dan juga mendesak untuk segera mencari solusinya. Tantangan yang beratpun juga di cari solusinya,, itu kata dia, antara lain nya konservatisme dalam dunia Pendidikan Islam.

“Kini munculnya praktik konservatisme dan itoleransi di Indonesia yang di antaranya kurang tradisi literasi di kalangan masyarakat muslin Indonesia,” itu ujar Prof Amin pada saat berbicara dalam Muktamar pemikiran Ahmad Syafii Maarif: Islam, Kebhinekaan dan Keadilan Sosial, di Ruang auditorim Muhammad Djazman, Kampus I UMS, Solo, Jawa Tengah, pada Sabtu (12/11/2022), pada dalam siaran pers, Ahad (13/11/2022).

Dan selain itu, menurut dia, konservatisme dan intoleransi juga telah disebabkan pemahaman akan antifilsafat. Namun selain itu, kata Prof Amin pun, penggunaan dan pendekatan terhadap pemahaman teks keagamaan yang juga tidak kaya sehingga mendistorsi dari makna dan juga substansi beragama itu sendiri.

Muktamar pemikiran Ahmad Syafii Maarif juga digelar MAARIF Institute. Kegiatan Muktamar pemikiran yang dihadiri sekitar 100 peserta dari berbagainya daerah di Tanah Air yang dibagi dalam empat sesi diskusi. Sesi yang pertama membahas tema “Inklusivitas, Kesetaraan dan Persaudaraan antar Lintas Batas” Sesi ini juga menghadirkan sejumlah narasumber, yang kini guru besar UIN Sunan Kalijaga Prof Amin Abdullah, Koordinator Dialog dengan Muslin di Jesuit Conference of Asia Pacific, Maniila, Filipina Dr Romo Greg Soetomo dan juga Elga Sarapung dari Dian Interfidei.

Di sesi kedua membawa tema “Arabisme, Lokalitas, dan Kosmopolitanisme Islam”, dan mengahdirkan juga narasumber ketua Lakpesdam NU Ulil Abshar Abdalla, Dr Azhar Ibrahim dari National University of Singapore dan juga Dosen UMS Yayah Khisbiyah. Pada sesio ketiga pun mengangkat tema “Alqur’an, Pancasila dan juga Keadilan Sosial” dengan bernarasumber Kepala OR IPSH-BRIN Prof Ahmad Najib Burhani, Dr J Haryatmoko dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan akumnus SKK-ASM 2 2018 Nurani.

Dr Romo Greg Soetomo dalam pemaparan yang menilai, Buya Syafii merupakan tokoh yang memiliki pendapat bahwasanya Islam sebagai agama yang hanya akan memiliki dampak perubahan sosial bila seorang Muslim memiliki pemahaman yang lebih luwes terhadap Alquran. Yang sudah tentu, kata topik dia, topik ‘keluwesan dalam memahami Alqur’an’ ini juga membutuhkan penjelasan sistematis dan terinci untuk menghindari kesalahpahaman.

“Islam, dengan menurut Buya Syafii, harus juga senantiasa bersentuhan dengan yang realitas dan konteks masyarakat yang juga sedang berkembangnya. Islam adalah bukan ajaran spiritual yang serba abstrak dan yang hanya bicara tentang langit saja. Ia juga menyampaikan ajaran yang membumi dan yang memberikan efek sosial yang nyata. Oleh karena itu juga, isu-isu dan permasalahan seperti ketidakadilann nya yang menjadi keprihatinan islam dan seorang muslim untuk mengubahnya. Adil dan juga tidak adil adalah nilai inti dari yang mana nilai-nilai kebaikan lahir dan juga tumbuh,” ungkapnya Greg Soetomo.

Pada sesi kedua, Ulil Abshar Abdallah juga memotret fenomena gerakan arabisme dan lokalitas serta kosmopolitanisme. Menurutnya, Salafisme juga memiliki sejumlah sumbangan positif yang semangat untuk konsisten Alqur’an dan Sunnah. Namun juga, lanjut dia dia, ada sejumlah kelemahan yang mendasar dalam gerakan ini, yaitu adanya asumsi bahwa ajaran-ajaran pada masa lampau seluruhnya masih sangat memadai untuk bisa menjawab berbagai persoalan masa kini.

Menurut Ulil, gerakan ini juga tidak menyadari bahwa ada keterkaitan erat antara teks dan j=konteks. Ia juga menegaskan, saat konteks berubah, maka tekst juga harus di pahami ulang. “Masalah besar yang terjadi, ketika sebagian dari masyarakat menjadikan teks Alqur’an dan Sunnah sebagai “penyetop perbincangan”. Ini bukan sesuatu yang sangat sehat,” itu ungkap Ulil.

Namun sementara Azhar Ibrahir, juga menyampaikan bahwa isu-isu keislaman, kebangsaan, dan juga kemanusiaan yang selama ini disuarakan buya Syafii, bukan hanya yang mewakili Indonesia, namun juga sangat cocok dalam melayu dengan cara keseluruhan, dan dapat pula disesuaikan kepada tuntutan pada zaman dan budaya setempat. “Saya sendiri sangat beruntung karena mengenal beliau, karena mendapatkan limpahan ilmu dan pengalaman yang sangat berharga,” itu kata Azhar.

Direktur program Maarif Institute Moh Shofan juga mengatakan, kegiatan Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif ini telah diikuti oleh 100 orang peserta dari berbagai daerah yang telah tersebar di lintas provinsi di seluruh Indonesia yang terdiri dari, peserta SKK – ASM di periode tahun 2022. Selain itu juga, kata dia, acara tersebut juga telah diikuti peneliti muda alumni program Maarif Fellowship dan alumni Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan (SKK) ahmad syafii Maarif, kader intelektual dan aktivis lintas agama dan serta intelektual dan ativis ormas-ormas Islam.

BACA JUGA : BERITA TERBARU YANG LAINNYA

Redaksidakwah

Pintu Dakwah Dan Berita Islam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *